Selamat Atas Peluncuran Majalah Online GERMASI "IDEALIS", Terbit Tanggal 5 Setiap Bulan. Jangan Sampai Ketinggalan

Saturday, December 5, 2009

Pelajar Sibolga Tolak UN, Serukan Dukungan Tandatangan

Sibolga (SIB)

Pelajar di Sibolga yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Sibolga se-Indonesia dan Forum Korban Ujian Nasional (Germasi dan Forkor UN) menyerukan dukungan menolak UN. Aksi yang dimulai dengan menyampaikan aspirasi di Gedung DPRD Kota Sibolga dan pembubuhan tandatangan di Lingkaran Kota Sibolga tersebut dimulai pukul 10 WIB.
Dalam orasinya yang dimuat di selebaran pada intinya mendukung putusan Mahkamah Agung RI tentang penghapusan pelaksanaan UN, dengan mengingat UN yang slama ini diharapkan menjaga kualitas pendidikan, hanya wacana semata yang berefek buruk di tengah-tengah masyarakat khususnya bagi siswa –siswi.

Kata mereka, pelaksanaan UN telah menghina inteligensi peserta didik, karena sebagai standar kelulusan, UN telah mengabaikan prestasi yang dibina selama 3 tahun di sekolah. Di sisi lain, pinta mereka, penetapan standar kelulusan juga merupakan suatu dilema yang tidak pernah tuntas, karena setiap tahun standar kelulusan ditingkatkan tanpa evaluasi, akibatnya para guru terpaksa membantu siswa, sebab tidak ingin anak didik mereka menjadi korban UN.

Mereka menilai bahwa menyamakan standar kelulusan di kota dengan di desa adalah sesuatu yang kurang etis mengingat minimnya sarana-prasarana. Pelaksanaan UN membuat siswa/i rugi secara materiil dan imateriil yakni biaya selama pendidikan dan tekanan phisikologi seperti kekwatiran kehilangan kesempatan melanjut ke perguruan tinggi, mengingat selama ini banyak anak didik sudah diterima di perguruan tinggi namun harus kecewa karena salah satu mata pelajaran yang diujikan di UN gagal.

Namun dengan keluarnya putusan MA No 2596 K/PDT/2008 tanggal 14 September 2009 yang menyatakan pemerintah telah lalai memenuhi hak dasar warga negaranya, terutama pendidikan dan hak anak merupakan kemenangan seluruh anak Indonesia. Dengan putusan tersebut, kelulusan siswa dikembalikan ke sekolah, karena pihak sekolah lebih mengetahui prestasi siswa-siswanya.

Mereka berharap dengan putusan tersebut, pemerintah meningkatkan kualitas guru secara merata, menyediakan sarana-prasarana peningkatan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.(Hel)

sumber : harian sib

Mahasiswa Gelar Aksi di Depan Kantor DPRD Sibolga, Tolak UN

Sibolga (SIB)
Sebanyak 7 mahasiswa yang tergabung dalam wadah Germasi (Gerakan Mahasiswa Sibolga se- Indonesia) dan Forum Korban UN (Ujian Nasional) menggelar aksi di depan Kantor DPRD Sibolga di Jalan S Parman Sibolga seraya membaca pernyataan sikap mendukung putusan MA menghapus UN, Kamis (3/12).

Korlap aksi Andi Josua dan Ilham Rambe mengatakan, UN adalah bentuk penghinaan terhadap intelegensi peserta didik karena UN dijadikan standard kelulusan dengan mengabaikan prestasi yang dibina selama 3 tahun dibangku sekolah. “Siswa yang gagal UN dua kali rugi yakni rugi materiil berupa biaya pendidikan dan rugi imateriil berupa tekanan phisikologis,” katanya seraya mengharapkan anggota DPRD Sibolga turut menyuarakan aspirasi ke pemerintah untuk mendukung putusan MA yang menghapus UN.

Putusan MA (Mahkamah Agung ) No. 2596 k/PDT/2008 tertanggal 14 September 2009 tentang Penghapusan UN adalah kemenangan bagi seluruh anak Indonesia. “Seorang anak tidak akan terhalang lagi untuk melanjutkan pendidikan ke PT atau mencari kerja hanya karena hasil UN,” sebut dia.

Aksi diterima pimpinan dewan Imran Sebastian Simorangkir didampingi anggota yang selanjutnya menerima pernyataan sikap para mahasiswa.

Pantauan wartawan, aksi mahasiswa tersebut tidak sempat membuat jalan raya di depan kantor DPRD Sibolga macet mengingat personil Polresta Sibolga terlihat sigap mengatur lalu-lintas. (T3/i)

sumber : harian Sib

Friday, December 4, 2009

Aksi Mendukung putusan MA Menghapuska UN

Kamis, 03 Desember 2009 di lingkaran Kota Sibolga dengan pembubuhan tandatangan sebagai bentuk dukungan atas putusan MA.


Mendukung Putusan Mahkamah Agung(MA) Menghapuskan Ujian Nasional (UN)


Setiap tahunnya untuk menentukan kelulusan, maka para siswa/I akan dihadapkan dengan Ujian Nasional (UN). Ujian Nasional (UN) yang diharapkan menjaga kualitas pendidikan Indonesia serta suatu alat untuk mengetahui mutu pendidikan di suatu tempat adalah wacana semata. Sehingga pelaksanaan UN berefek buruk ditengah-tengah masyarakat khususnya bagi siswa/I peserta UN.

Pelaksanaan UN telah menghina intelegensi peserta didik, sebab UN yang menjadi standar kelulusan mengabaikan prestasi yang dibina selama 3 (tiga) tahun. Hal ini di sebabkan lalainya Pemerintah dalam meningkatkan kualiatas guru, sarana dan prasarana pendidikan serta informasi khususnya didaerah terpencil.

Penetapan nilai standar kelulusan juga merupakan suatu dilema yang tidak pernah tuntas. Setiap tahun nilai standar kelulusan di tingkatkan tanpa evaluasi hasil UN yang dipenuhi tindakan kecurangan. Para guru dengan terpaksa berbuat curang dengan mengerjakan soal-soal UN dan jawabannya diberikan kepada Peserta ujian dengan berbagai cara. Pengawasan dari Perguruan Tinggi juga tidak memberikan hal berarti justru membuat kecuranga dengan cara-cara yang berbeda. Disamping itu menyamakan standar nilai kelulusan di kota besar dan terpencil adalah suatu hal yang kurang etis.

Pemerintah juga telah membuat siswa/I yang gagal UN rugi secara materiil dan Imateriil. Secara materiil berupa biaya pendidikan yang telah dikeluarkan selama 3 (tiga) tahun, sedangkan imateriil berupa tekanan phisikologi dan kehilangan kesempatan untuk melanjut keperguruan tinggi dan mencari pekerjaan pada tahun berkenan. Bahkan UN menggagalkan orang yang telah lulus disalah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hanya karena salah satu mata pelajaran yang di ujikan tidak melewati standar kelulusan.

Namun angin segar telah terhembus dengan putusan Mahkamam Agung (MA) nomor 2596 k/PDT/2008 tanggal 14 September 2009 menyatakan pemerintah lalai dalam memenuhi hak dasar warga negaranya, terutama pendidikan dan hak anak. Putusan MA tentang penghapusan ujian Nasional itu adalah kemenangan bagi seluruh anak Indonesia sebab tidak adalagi penghinaan terhadap intelegensi yang dimiliki seorang anak. Serta seseorang tidak akan terhalangi lagi hanya karena hasil ujian nasional untuk melanjutkan pendidikan atau mencari kerja. Karena kelulusan harus kembali ditentukan oleh pihak sekolah. Karena pihak sekolah lebih tahu bagaimana siswa-siswinya berdasarkan prestasi yang dibina peserta didik.

Oleh karena itu Gerakan Mahasiswa Sibolga se-Indonesia bersama Forum Korban UN menyerukan :

Mendukung Putusan Mahkamah Agung “menghapuskan Ujian Nasional”
-          Tingkatkan kualiatas guru secara merata;
-          Sediakan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan pendidikan;
-          Pemerintah agar menghargai proses hukum dengan menjalankan hasil putusan MA, dengan tidak melakukan peninjauan kembali (PK) atas putusan tersebut.

Negera Kesatuan Republik Indonesia dibangun untuk mensejahterakan rakyatnya bukan membuat rakyat susah dan ketakutan.

Thursday, October 29, 2009

Kota Sibolga

Kota Sibolga adalah salah satu kota di Sumatera Utara, Indonesia. Pulau-pulau yang termasuk dalam kawasan Kota Sibolga adalah Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Sarudik dan Pulau Panjang. Dengan batas-batas wilayah: Timur, Selatan, Utara pada Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Barat dengan Teluk Tapian Nauli. Letak kota membujur sepanjang pantai dari Utara ke Selatan menghadap Teluk Tapian Nauli. Sementara sungao-sungai yang dimiliki, yakni Aek Doras, Sihopo-hopo, Aek Muara Baiyon dan Aek Horsik

Sementara wilayah administrasi pemerintahan terdiri dari tiga kecamatan dan 16 kelurahan. empat kecamatan itu yakni Kecamatan Sibolga Utara , Kecamatan Sibolga Kota , dan Kecamatan Sibolga Selatan dan Kecamatan Sibolga Sambas.

Topografi

Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu bcrada pada daratan pantai, lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0 - 150 meter, kemiringan (lereng) lahan bervariasi antara 0-2 persen sampai lebih dari 40 persen dengan rincian; kemiringan 0-2 persen mencapai kawasan seluas 3,12 kilometer persegi atau 29,10 persen meliputi daratan Sumatera seluas 2,17 kilometer persegi dan kepulauan 0,95 kilometer persegi; kemiringan 2-15 persen mencapai lahan seluas 0,91 kilometer persegi atau 8,49 persen yang meliputi daratan Sumatera seluas 0,73 kilometer persegi dan kepulauan seluas 0,18 kilometer persegi; kemiringan 15-40 persen meliputi lahan seluas 0,31 kilometer persegi atau 2,89 persen terdiri dari 0,10 kilometer persegi wilayah daratan Sumatera dan kepulauan 0,21 kilometer persegi; sementara kemiringan lebih dari 40 persen meliputi lahan seluas 6,31 kilometer persegi atau 59,51 persen terdiri dari lahan di daratan Sumatera seluas 5,90 kilometer persegi dan kepulauan seluas 0,53 kilometer persegi.
Berdasarkan kemiringan lahan tersebut di atas, maka yang paling dominan adalah kemiringan lebih dari 40 persen. Karena hanya berada beberapa meter di atas permukaan laut, iklim Kota Sibolga termasuk cukup panas dengan suhu maksimum mencapai 32 C dan minimum 21,6 C. Sementara curah hujan di Sibolga cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan jumlah 798 mm, sedang hujan terbanyak terjadi pada Desember yakni 26 hari.
Pelabuhan laut kota Sibolga cukup ramai disinggahi kapal kapal yang akan menuju pulau Nias.

Demografi

Penduduk Kota Sibolga berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik Kota Sibolga Tahun 2000 adalah 87.265 jiwa. Dengan wilayah seluas 3.356,60 ha di daratan Sumatera dan urban growth seluas 644,53 ha berarti kepadatan penduduk pada wilayah pemukiman adalah 13.359 jiwa per km persegi. Sementara pertumbuhan penduduk setiap tahunnya sekitar 1,41 persen.
Potensi utama perekonomian bersumber dari perikanan, pariwisata, jasa, perdagangan, dan industri maritim. Hasil utama perikanan, antara lain, kerapu, tuna, kakap, kembung, bambangan, layang, sardines, lencam dan teri.

Sejarah Sibolga

SIBOLGA, Sebuah pemukiman, berada dikawasan Teluk TAPIAN NAULI, Pantai Barat Sumatera Utara. Alamnya Indah, Teluknya luas, Lautnya Dalam dan Tenang, sehingga strategis menjadi persinggahan para Pelaut untuk berlabuh. Air Jernih untuk kebutuhan Kapal cukup tersedia dari Sungai dan Air Terjun yang banyak terdapat disekitar Teluk.
Pulau-pulau yang terhampar didepannya menjadi penyangga ombak dan gelombang dari Lautan lepas Samudera Hindia.

Kawasan Teluk Tapian Nauli berkembang menjadi daerah transit kesegala jurusan, baik kepedalaman atau ke Pulau-pulau di Nusantara dan ke Daerah Luar Indonesia. Kondisi ini mendorong cepatnya pertumbuhan kehidupan dengan adanya perdagangan antara penduduk Pribumi dengan pendatang dari luar, Eropah dan Asia.

Ramai dan sibuknya perdagangan diteluk ini menimbulkan persaingan yang sering mengakibatkan lahirnya peperangan, terutama oleh orang-orang Eropah yang memaksakan kehendaknya melalui sistem monopoli dalam pembelian rempah-rempah untuk memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.

Kapal-kapal Dagang banyak berlabuh di Teluk Tapian Nauli dan melakukan Jual-beli dengan penduduk negeri serta penduduk dari daerah tetangga.

Percepatan pertumbuhan daerah ini berlangsung dalam kurun waktu yang tidak begitu lama. Selanjutnya Sibolga dan Kawasan Teluk Tapian Nauli segera mendapat status sebagai Ibu Kota Kresidenan Tapanuli mulai dari zaman Kolonial sampai dengan zaman Kemerdekaan. Status yang tertinggi, dan pernah di Sandang Kota ini adalah bahwa Sibolga pernah menjadi Ibu Kota Propinsi Tapanuli dan Sumatera Timur pada tahun 1950 – 1951.

Rangkaian Sejarah panjang terukir di Daerah ini dalam menghadapi Penjajah untuk mempertahankan kepentingan negeri dan NKRI. Bahkan dalam pembentukan Angkatan Laut Republik Indonesia ( ALRI), Sibolga mempunyai peranan penting karena semangat juang yang dimiliki oleh para Warganya.

Hal ini dibuktikan melalui sejarah tentang terjadinya Perang Laut yang dahsyat diperairan Sibolga antara TRI – ALRI dan Lasykar Rakyat bersatu menghadapi Kapal Perang Belanda HMS Bankert yang populer disebut YT-1.

Semangat Persatuan dalam kebersamaan dan kerukunan persaudaraan tetap terjalin, walaupun Masyarakatnya terdiri dari berbagai Suku, Etnis, Bangsa dan Agama yang lazim disebut sebagai “ Negeri berbilang KAUM ”. Keadaan ini tetap terpelihara dan berwujud dalam berbagai aspek kehidupan sampai dengan sekarang ini.

Demikian juga halnya dibidang perekonomian dan Pendidikan. Sibolga pernah mencatat sejarah kesuksesannya yang dilakukan oleh Penduduk Negeri bersama Para Pendatang.

Tidak sia–sia Pendiri Sibolga memilih kawasan ini menjadi tempat pemukiman sekaligus menjadi benteng pertahanan melawan Penjajah serta menjadikan Negeri ini menjadi perekat Kerukunan antar Ummat beragama yang Damai dalam Pergaulan serta Persaudaraan.
Jauh sebelum Sibolga berdiri sudah banyak penduduk yang bermukim disekitar Pantai Barat Sumatera Utara yang lazim disebut daerah pesisir antara lain di Barus, Sorkam, Jago-jago, Singkuang dan Natal, sedangkan dikawasan Teluk Tapian Nauli pemukiman penduduk sudah ada disekitar Pargadungan dan Poriaha.
Masyarakat dari Daerah Batak Toba banyak yang datang ke Daerah Pesisir ini, untuk berdagang secara barter. Mereka membawa hasil pertanian dan hasil hutan, untuk selanjutnya ditukar dengan Garam dan Hasil Laut yang diperoleh mereka dari daerah pesisir. Mereka memikul sendiri barang-barang yang dibawanya, dalam Bahasa Batak disebut “ Marlanja “ sehingga kelompok ini terkenal dengan sebutan “ Parlanja Sira “ ( Tukang pikul Garam ).

Kehidupan ini berlangsung secara rutin dengan rute perjalanan yang ditempuh dari Batak Toba menuju Aek Raisan, sampai ke Rampah masuk ke Poriaha dan ke Pulau Porlak hingga ke Pulau Mursala yang dikenal pada saat itu sebagai tempat memasak Garam.

Sekitar tahun 1514 – 1524 terjadi gejolak antara Aceh dengan Batak dibagian Timur Sumatera Utara. Keadaan ini mengundang orang Batak Toba semakin banyak datang ke Pesisir Barat Sumatera Utara, terutama dari Daerah Silindung Tapanuli Utara, rute perjalanan adalah dari daerah Silindung menuju Aek Raisan terus ke Bonandolok menuju Meladolok hingga ke Mela dan sampai di Pulau Poncan.

Makin lama daerah Teluk Tapian Nauli semakin sibuk dan semakin ramai oleh kegiatan jual-beli rempah dan hasil Hutan dengan pedagang dari Eropah. Arab, India dan Cina demikian juga halnya Kapal-kapal Dagangpun semakin banyak singgah di daerah Teluk Tapian Nauli.

Pada saat itulah OMPU DATU HURINJOM HUTAGALUNG dari daerah Silindung membuka pemukiman baru disekitar Simaninggir Bonan Dolok sekitar 10 KM dari sebelah Utara Kota Sibolga yang ada sekarang ini. Dari tempat ini sesuai dengan sebutan namanya Simaninggir (mudah memantau) terlihat pemandangan yang sangat Indah dan sangat Luas ke daerah Laut dan Pantai sehingga sangat mudah untuk memantau keadaan.

Akhirnya daerah ini menjadi tempat persinggahan Parlanja Sira untuk melepaskan lelah dan kadang kala bermalam ditempat ini. Jika Parlanja Sira hendak singga di Simaninggir mereka tidak pernah menyebut tempat itu dengan sebutan nama pemiliknya karena, tabu bagi orang Batak menyebut nama langsung seseorang yang dituakan atau dihormati, melainkan disebut dengan gelar kebesaran atau kehormatan sehingga menyampaikan dengan Kalimat “ BETA HITA SINGGA TU INGANAN NI SI BALGA I “ ( Ayo kita singga ketempat orang Besar itu ).

Hal ini karena perawakan pisik Ompu Datu Hurimjon Hutagalung berbadan besar dan tinggi dengan Kharisma Spritual. Anak-anaknya juga berperawakan yang sama dengan beliau sehingga salah satu anaknya diberi nama Raja Ompu Timbo.

Karena ulah Kolonial Belanda penduduk pribumi melakukan pemberontakan didaerah pesisir Barat Sumatera Utara, dari tahun 1675 – 1678 maka Ompu Datu Hirinjom bersama anaknya Raja Ompu Timbo memindahkan pemukimannya ke MelaDolok kemudian ke daerah lereng dan bukit Simare-mare sehingga rute perjalanan Parlanja Sira beralih dari Silindung menuju Aek Raisan terus ke Simaninggir ke Mela Dolok terus ke Simare-mare menuju Pulo Rembang hingga ke Pulo Poncan, namun demikian julukan Si Balga tetap menjadi sebutan oleh Parlanja Sira apabila ingin melepaskan lelah walaupun pemukiman Ompu Datu Hurinjom bersama anaknya telah berada disekitar Mela Dolok.

Karena Persaingan dagang di Teluk Tapian Nauli semakin tinggi maka Raja Luka anak Raja Ompu Timbo mulai mengembangkan wilayah pemukiman ke daerah Pantai disekitar Sungai Aek Doras yaitu kawasan Kantor Pos dan Gedung Nasional yang ada pada saat ini. Keberanian Raja Luka menerobos dan mendorong pengembangan pemukiman kearah pantai dalam situasi komplik disekitar Pantai Teluk Tapian Nauli merupakan lambang keberanian dan kegagahan yang luar biasa, sehingga beliau mendapat julukan Tuanku Dorong. Suatu gelar kehormatan bagi pemimpin yang membela negerinya. Gelar tersebut melekat pada Raja Luka sedangkan pengembangan pemukiman dan wilayah ke arah pantai tetap disebut dengan nama “ Si Balga “. Atau SI BOLGA

Pembukaan secara resmi tempat ini menjadi pemukiman berlangsung pada tanggal 2 April 1700 dan sebagai mana lazimnya orang Batak membuka pemukiman/Kampung yang baru selalu dilengkapi dengan Raja, Pangulima dan Datu.

Nama Sibolga menjadi populer untuk pemukiman baru ini walaupun pernah berobah-obah menurut dialek orang yang mengucapkannya bila orang Batak mengucapkannya SI BALGA atau SI BOLGA, sedangkan orang Pesisir mengucapkannya SIBOGA sementara orang Belanda dan Inggris mengucapkannya SIBOUGAH, sedangkan orang Jepang mengucapkannya dengan SIBARUGA karena orang Jepang susah menyebutkan huruf L

SIBOLGA DALAM PEMBENAHAN

Pada saat Parlanja Sira dari Batak Toba datang ke wilayah Teluk Tapian Nauli kegiatan perdagangan sudah ada dan berlangsung di Daerah ini berpusat di Pulau Poncan Ketek. Di Pulau inilah tempat berlabuhnya Kapal-kapal Dagang sementara yang menguasai Pulau Poncan silih berganti antara Belanda dan Inggris. Pada Tahun 1755 Inggris mengusir Belanda dari Pulau Poncan Ketek, lalu mendirikan Benteng pertahanan dan Pemerintah Inggris dengan mengangkat seorang Datuk yang bernama DATUK ITAM yang dibawa dari Bengkulu untuk membantu dalam urusan Pasar dan membawahi Pangulu Jambur atau Etnik yang ada di Pulau Poncan. Datuk ini terkenal dengan sebutan Datuk Itam dan dikenal pula dengan sebutan Datuk Pasar, sesuai dengan Jabatannya.

Dalam menata hubungan Raja Sibolga dengan Tetangga John Prince Residen Inggris meminta agar diadakan Perjanjian Bersama antar Raja-raja dengan Residen terutamadalam mengatasi perselisihan, dan penataan Pengembangan Wilayah. Perjanjian ini disebut Perjanjian TIGO BA DUSANAK berlangsung pada tanggal 11 Maret 1815. Perjanjian ini dilakukan antara Raja-raja di Teluk Tapian Nauli dengan Raja-raja di daerah Tetangga. Pada pokoknya isi perjanjian tersebut menyangkut penataan hidup berdampingan antara Raja-Raja di TeLuk. Jika terdapat perselisihan antara Raja dengan Raja, maka Raja yang ketiga menjadi penengah. Kalau terdapat jalan buntu, baru dihadapkan kepada Residen. Perjanjian tersebut adalah menyangkut apabila terjadi perselisihan antara Raja dengan Raja lain, maka Raja yang ke tiga menjadi penengah, dan kalau terdapat jalan buntu baru dihadapkan kepada Residen.

Khusus kepada Raja Sibolga ditugaskan untuk meramaikan Negerinya. Pada dasarnya Perjanjian ini sangat banyak membantu John Prince sebagai Residen terutama dalammengahadapi Penduduk Pribumi tetapi Perjanjian ini juga merupakan langkah awal bagi Raja-raja didaratan melakukan hubungan baik sesama mereka.

Sesuai dengan isi Traktak London 1824 maka pada tanggal 9 Pebruari 1825 Inggris menyerahkan Poncan Ketek kepada Belanda dan selama dalam penguasaan Belandadaerah ini tidak pernah tenteram selalu timbul huruhara di Laut dan di Daratan, karena Penduduk Negeri sering tidak senang dengan perlakuan Belanda.

Untuk membantu perlawanan Penduduk Negeri di Pantai Barat Sumatera Utara Raja Sibolga pernah mendapat bantuan Pasukan dari Anak yang di Pertuan Agung Raja Pagaruyung demikian juga Raja Sibolga pernah mengirimkan anaknya yang bernama Sutan Amir Husin Hutagalung ke Bonjol untuk membantu Panglima Imam Bonjol pada Perang Bonjol melawan Belanda pada tahun 1825 di sana anak Raja Sibolga tersebut mendapat gelar kehormatan dan diangkat sebagai SUTAN SAMAN.

Belanda sangat kewalahan menghadapi berbagai kerusuhan antara lain Perampokan di Laut maupun di Darat yang dilakukan oleh orang yang bernama SI SONGE ( yang menakutkan ) dan puncak malapetaka yang dihadapi Belanda adalah pada tanggal 14 Desember 1829 Marah Sidi melakukan penyergapan Malam ke Poncan Ketek dengan menghancurkan semua pertahanan Belanda di Pulau tersebut.

Akhirnya penduduk berangsur-angsur meninggalkan Poncan Ketek berpindah ke daratan Sibolga dan tahun 1848 Pulau Poncan Ketek di kosongkan dan Pusat Pemeintahan Militer Belanda di Pindahkan ke Sibolga.

Penduduk Sibolga menjadi ramai dengan pendatang baru lahan kering untuk pemukiman sudah habis, untuk mengatasi penyediaan lahan Raja Sibolga menyetujui penimbunan rawa-rawa serta pembuatan parit ke arah Timur dan Selatan Sibolga, lahan baru dimaksud dipersiapkan untuk para pendatang termasuk penduduk yang pindah dari Poncan Ketek.

Hal ini sangat jelas tergambar dari syair yang sangat akrab dikumandangkan dalam Sikambang yang berbunyi :

“ SIBOGA JOLONG BASUSUK BANDA DIGALI URANG RANTAI “
Akhirnya penduduk Sibolga bertambah terus, diramaikan oleh Para Pendatang dari berbagai Suku, Etnik dan Bangsa, maka pada tanggal 1 Maret 1851 dilakukanlah pembinaan Masyarakat oleh Raja Sibolga bersama Conperus Residen Tapanuli yang menyangkut

Tentang penetapan Adat yang berlaku di Sibolga dan menunjuk Raja Sibolga sebagai Pemangku ADAT, dan penetapan tugas masing-masing Datuk untuk urusan Pasar dan Belasting Pangulu untuk urusan Suku dan Etnis sedangkan Kepala Kuria membawahi Kepala Kampung.

Dalam hal ini sebait Pantun yang lazim dan akrab di telinga orang Pesisir Sibolga yang berbunyi :

“ JANGAN TA KAPAK KAPAK, KINI KAPAK PAMBALAH KAYU

JANGAN TA BATAK BATAK, KINI BATAK ALA JADI MALAYU “

Semenjak itu Sibolga menjadi Pusat Pemerintahan dengan Luas Wilayah yang bervariasi sejak terbentuknya sampai sekarang dan menurut catatan Sejarah Sibolga sebagai tempat Pemukiman tetap menerima beban tugas sebagai IBU KOTA PUSAT PEMERINTAHAN. Jenjang Jabatan Pemerintahan yang pernah berkedudukan di Sibolga adalah sebagai berikut :

1. Raja merupakan Penguasa Wilayah dalam Sistim Pemerintahan Tradisional
2. Datuk sebutan kepada orang yang mengurus Pasar, memungut Belasting dan Pajak
3. Pangulu orang yang ditugasi untuk mengurus atau memimpin Suku atau Etnis
4. Kepala Kampung sebutan kepada orang yang mewakili Pemerintahan dibawah Kuria.
5. Kuria sebutan pengganti istilah Raja oleh Belanda yang bertugas membawahi Kepala Kampung.
6. Koeriahoofd sebutan untuk Kepala Kuria
7. Demang sebutan untuk yang membawahi Kuria
8. Kontroler sebutan untuk orang yang mengatur Onderafdeeling ( Kecamatan )
9. Asisten Residen orang yang bertugas sebagai Wakil Residen dalam mengurus Wilayah setingkat Affdeeling/Kabupaten
10. Residen sebutan untuk Kepala Pemerintahan tingkat Residen ( Propinsi )
11. BUNSYU orang yang ditugasi memimpin Affdeeling pada Zaman Jepang
12. SITYOTYO orang yang ditugasi memimpin Pemerintahan Kota
13. BUPATI orang diserahi untuk memimpin Pemerintahan Kabupaten bermula Kabupaten Sibolga, beralih menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah
14. Walikota orang yang diserahi untuk memimpin Kotapraja kemudian beralih menjadi Kota Madya dan selanjutnya sekarang disebut KOTA.
15. GUBERNUR orang yang diserahi untuk memimpin Provinsi Tapanuli dan Sumatera Timur.
16. PEMBANTU GUBERNUR orang diserahi untuk memimpin sebagai Pembantu Gubernur Sumatera Utara untuk Wilayah Pembangunan I Sumatera Utara

“ PONCAN KETEK PONCAN GADANG
DIANTARONYO SI PULO BANGKE
SIBOGA NAN KETEK KITO PAGADANG
SUPAYO HIDUP INDAK MARASE “

Wednesday, October 28, 2009