Selamat Atas Peluncuran Majalah Online GERMASI "IDEALIS", Terbit Tanggal 5 Setiap Bulan. Jangan Sampai Ketinggalan

Saturday, October 8, 2011

Membangun Sibolga - Tapanuli Tengah

Oleh : Samsul Pasaribu*
Secara khusus tentunya tulisan ini penulis tujukan buat dua daerah kembar identik serumpun Sibolga dan Tapanuli Tengah. Sebagai daerah serumpun, sejatinya problematika penyelesaian konflik di daerah ini lebih cepat teratasi dan tidak terkesan berlarut-larut. Namun, ego kepemimpinan sebagai raja-raja kecil di daerah cenderung lebih mendominasi ketimbang mengapresiasi keinginan berubah dan berkembang dari warganya yang konon katanya telah lama menginginkan adanya pemekaran wilayah.
Maksimalisasi pemekaran Sibolga dan Tapanuli Tengah
Apa pun itu, selama konteksnya mempercepat terwujudnya kesejahteraan dan diramu dalam grand desain yang diterima logika serta lebih efektif maka layak diterima dan ditindaklanjuti. Tuntutan pemekaran yang sudah lama di dengungkan tidak bisa dikarenakan faktor lata mengikuti daerah orang lain akan tetapi harus berdasarkan kajian yang mendalam dan penuh pertimbangan. Dan jika memungkinkan, seperti kata pepatah sambil menyelam minum air maka, apa yang hemat kita bisa dilaksanakan secara bersamaan haruslah menjadi hal yang lebih utama ketimbang memisah-misahkannya padahal bisa sekali dayung dua tiga pulau terlalu.
 Belakangan ini, wacana pemekaran Kabupaten Tapanuli Tengah kembali digulirkan. Bupati Tapteng saat ini pun dinilai cukup aspiratif walaupun masih dibarengi beberapa catatan. Seperti issu pemekaran ini misalnya. Statemen yang mengatakan “dibangun dulu baru dimekarkan” disatu sisi bisa dipandang sebagai kepedulian namun disisi lain tidak salah kiranya bila penulis melihatnya sebagai upaya menarik ulur kepentingan. Karena membangun secara bersama-sama tentulah tidak sama dengan sama-sama membangun. Membangun bersama identik menyelesaikan satu masalah secara bersama-sama. Akan tetapi bersama-sama membangun didalamnya terselip pesan moral bahwa kita menyelesaikan banyak masalah dengan bersama-sama. Sederhananya adalah, Tapanuli tengah silahkan membangun dan hal yang sama juga dilakukan oleh daerah pemekarannya.
Seperti diutarakan diatas bahwa Sibolga dan Tapanuli Tengah adalah daerah kembar identik serumpun. Karena keduanya memiliki budaya, adat istiadat dan tradisi yang sama. Dari kacamata sejarah pun kedua daerah ini saling melengkapi. Apalagi, khususnya Sibolga pernah menjadi ibukota keresidenan Tapanuli. Beranjak dari hal sederhana ini saja maka kita harus bersepakat dulu bahwa Membangun Sibolga berarti juga membangun Tapanuli Tengah begitu juga sebaliknya. Dua daerah yang satu dalam budaya dan sejarah sejatinya harus satu pula dalam konsep pembangunannya terutama yang berhubungan langsung kepada kepentingan rakyat banyak dan mengejar ketertinggalan kedua daerah dari Kabupaten/ Kota lainnya di Indonesia. Maka dengan demikian, issu pemekaran Kabupaten Tapanuli Tengah dipandang menjadi bagian dari issu perluasan Kota Sibolga.
Secara otonom adalah benar masing-masing daerah berhak atas urusan rumah tangganya sendiri. Akan tetapi tidak bisa dilupakan bahwa keduanya masih menjadi bagian NKRI. Keduanya juga tidak menjadi otonom dalam mencapai kesejahteraan. Sehingga tidak ada larangan warga Tapanuli Tengah bekerja dan menggantungkan hidupnya di Sibolga begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu karena pemekaran (katanya) tujuannya adalah mempercepat terwujudnya pembangunan dan muaranya adalah kesejahteraan dimana itu bukan hanya menjadi hak warga Tapanuli Tengah saja melainkan juga warga negara lainnya termasuk Sibolga adalah wajar pula bila memang bersama-sama memikirkan kesejahteraan itu maka bersama-sama pulalah merumuskan issu pemekaran yang sedang marak kembali diceritakan.
Kali ini penulis mencoba berdiskusi dengan pembaca berkenaan dengan optimalisasi pembangunan berbasis pemekaran. Tentunya diskusi kita kali ini kita persempit hanya berdasarkan topografi dan letak geografi Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Dilihat dari luas wilayah yang ada dan posisi kota Sibolga yang diapit oleh Kabupaten Tapanuli Tengah andai pemekaran seperti yang diwacanakan sekarang ini dimana Kabupaten Tapanuli Tengah dipecah menjadi dua daerah otonom yaitu Kab. Tapteng dan Kab. Barus Raya maka Sibolga sebagai Kota yang memisah keduanya akan semakin sulit memdapatkan perluasan daerah. Sejatinya, memekarkan Tapanuli Tengah harus memandang utuh dimana Sibolga (seolah-olah) bagian dari pemekaran itu.
Maka dalam kacamata penulis, memandang Sibolga Tapteng dalam kacamata yang utuh akan mengantarkan kita kepada satu titik bahwa pemekaran itu harus menjadi tiga daerah otonom yaitu Kabupaten Tapanuli Tengah (terdiri dari 7 kecamatan), Kota Sibolga (menjadi 7 kecamatan) dan Kabupaten Barus Raya (terdiri dari 10 kecamatan). Kecamatan-kecamatan yang berada di kabupaten induk (Kab. Tapteng) diantaranya meliputi kec. Pandan, Kec. Tukka, Kec. Pinang Sori, Kec. Badiri, Kec. Lumut, Kec. Sibabangun, dan  Kec. Sukabangun. Sedangkan yang berada di wilayah kabupaten pemekaran (Kab. Barus Raya) adalah kec. Manduamas, Kec. Sirandorung, Kec. Andam Dewi, Kec. Barus Utara, Kec. Barus, Kec. Sosor Gadong, Kec. Pasaribu Tobing, Kec. Sorkam, Kec. Sorkam Barat dan Kolang. Sedangkan sisanya yaitu kec. Tapian Nauli, Kec. Sarudik dan Kec. Sitahui bergabung kedalam wilayah Kota Sibolga.
Pertanyaanya, kenapa Sibolga harus masuk dalam konsep pemekaran Tapanuli Tengah. Jawabannya adalah karena Sibolga dari letak geografisnya dan luas wilayahnya sangat wajib mendapat perhatian daerah tetangganya. Karena andai Sibolga dikesampingkan itu sama saja artinya membunuh secara perlahan-lahan kesinambungan Kota Sibolga  dimasa yang akan datang dan tidak tertutup kemungkinan Sibolga menjadi kota yang sumpek, kumuh dan padat karena keterbatasan wilayah. Hal in dikarenaka tingginya semangat untuk membangun tidak sejalan dengan luasnya daerah yang ingin dibangun. Itulah sebabnya, Penulis melihat Sibolga harus terlibat dan dilibatkan dalam wacana pemekaran Tapanuli Tengah.
Pola berpikir sederhananya adalah mengerjakan sebuah bangunan tentu akan lebih efektif bila dikerjakan secara bersama-sama diwaktu yang sama dengan pembagian tanggungjawab yang berbeda dan anggaran yang berbeda pula ketimbang dikerjakan bersama dalam satu komando, waktu yang berbeda dan anggaran yang terbatas. Begitu jugalah halnya dengan konsep pemekaran Sibolga- Tapanuli Tengah. Kebersamaan yang selama ini dijunjung dan diagung-agungkan oleh kedua daerah sejatinya harus terlihat nyata dalam setiap pengambilan kebijakan kedua daerah.
Ini sebenarnya tantangan bagi siapa saja. Bukan hanya bagi setiap kepala daerah tetapi juga bagi saya, anda dan mereka (yang bergabung karena dampak perluasan). Kebersamaan jangan hanya terlihat dalam kasat mata dan terukur. Indikator kebersamaan tidaklah ditentukan oleh rumah dinas bupati Tapteng berada di Sibolga sementera pemerintahannya di Pandan atau kebersamaan tidak bisa dinilai dari pidato setiap kepala daerah bahwa Sibolga Tapteng adalah bersaudara. Akan tetapi kebersamaan haruslah tercermin dalam konsep nyata menuju kesejahteraan secara bersama-sama.
Besarnya kekuasaan kepala daerah juga, tidaklah diukur dari berapa banyak kecamatan yang dia bawahi, berapa luas wilayah dan berapa jumlah penduduknya. Walikota Sibolga sekecil apa pun itu dan sebanyak apa pun penduduknya tetaplah sama dengan Walikota di Jakarta, di Nabire, di Palembang atau di Medan. Dalam kacamata undang-undang mereka sama dan sejajar. Tapi bila kita mengukur kebesaran seorang kepala daerah berdasarkan sumber penghasilan maka kita harus bersepakat dulu apakah jabatan kepala daerah sebagai pekerjaan atau pengabdian?
Membagi Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi tiga daerah otonom dimana Sibolga termasuk didalamnya karena imbas perluasan daerah, maka kedepan pembangunan dimasing-masing daerah pemekaran terasa lebih efektif dan efesien. Dimensi waktu, jarak dan lain sebagainya tidak menjadi penghalang utama dalam melakukan pembangunan dan menjalin komunikasi bahkan hingga kedaerah pedalaman sekali pun.
Selama ini, khususnya di Kabupaten Tapanuli  Tengah menuju daerah pedalaman memakan waktu 3 sampai 5 jam. Hal ini dikarenakan sarana transportasi yang belum memadai bahkan jauh dari kata cukup ditambah lagi jarak tempuh yang jauh. Dengan konsep pembangunan berbasis pemekaran ini jarak tempuh ke masing-masing kecamatan bahkan hingga daerah pedalam dapat dipangkas hingga 1 sampai 2 jam saja. Hal ini dikarenakan jarak ibu kota kemasing-masing kecamatan sudah cukup strategis. Kedepan tentunya, dengan prinsip sama-sama membangun maka masing-masing daerah tidak lagi menunggu giliran dan disibukkan dengan musrenbang di satu kabupaten/ kota. Akan tetapi masing-masing sudah bisa berkonsentrasi di daerah masing-masing sehingga tingkat ketercapaian pembangunan akan semakin cepat terwujud.  Semoga
*penulis adalah ketua umum PB Gerakan Mahasiswa Sibolga-Indonesia (Germasi)

No comments:

Post a Comment