Selamat Atas Peluncuran Majalah Online GERMASI "IDEALIS", Terbit Tanggal 5 Setiap Bulan. Jangan Sampai Ketinggalan

Wednesday, February 29, 2012

Membangun Dengan Hati dan Hati-hati

Oleh : Samsul Pasaribu*

Penulis pernah mencoba menghitung persentasi uang negara yang dikorupsi para koruptor pertahunnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh ICW tahun 2010, tidak kurang dari Rp. 37 triliun pertahunnya uang negara disikat habis para koruptor. Dan semua dana itu tentunya berasal dari APBN. Tetapi tentu saja, jumlah ini belum termasuk kejahatan keuangan lainnya yang tergolong korupsi seperti suap dan gratifikasi. Seorang ekonom juga pernah berkata bila ditotal seluruh sumber pendapatan negara mulai dari pajak dan sumber-sumber lainnya maka kerugian negara bisa mencapai 360 triliun pertahunnya. Tentu saja, uang ini belum masuk dalam APBN karena sifatnya masih mentah dan entah dimana hilangnya. sehingga pandangan ekonom ini bisa disebut dengan potensi keuangan negara lenyak 360 triliun pertahunnya. tetapi, untuk APBN sendiri yang disahkan setiap tahunnya diatas angka 1000 triliun, para koruptor berserta kroni-kroninya menilepnya dengan cara  haram sebesar 37 triliun pertahunnya.
Untuk mempermudah hitungan kita kali ini sebutlah setiap tahun APBN sebagai uang yang sah dikelola pemerintah sebesar Rp. 1000 triliun. itu artinya pertahunnya APBN kita dikorup sebesar 3.7 persen. Bila dilihat angkanya tentu 37 triliun itu adalah angka yang besar. Akan tetapi bila dipersentasekan dengan semua APBN kita, 37 triliun itu tentulah sedikit. Karena negara kita masih memiliki anggaran sebesar Rp. 963 Triliun untuk melakukan pembangunan disegala bidang. Pertanyaanya, apakah korupsi satu-satunya penyebab utama Indonesia larut dengan kemiskinannya? Apalagi, bila uang sebesar 37 triliun itu dibagi kepada seluruh pakir miskin yang berjumlah 13.14 persen penduduk  negeri ini maka perorangnya akan menerima  Rp. 1.198.225. Uang sebesar ini tentu sangat tidak berarti sama sekali untuk sekedar bertahan hidup. Dengan kata lain, andai tidak dikorup pun ternyata, bukan menjadi solusi dalam hal pemecahan masalah-masalah pengangguran dan kemiskinan.
Logika seperti inilah yang memancing penulis untuk melakukan penelitian sederhana guna menjawab pertanyaan sederhana pula, kenapa bangsa kita tetap miskin dan angka pengangguran masih tinggi. Kesimpulan awalnya adalah, Korupsi berada pada urutan ke dua sebagai ancaman pemiskinan masyarakat secara sistemik. Kejahatan nomor satu diduduki oleh kesalahan para pemangku kebijakan dalam menentukan kebijakannya. Tentunya hal ini berlaku untuk setiap orang yang merasa memangku jabatan saat ini  mulai dari kepala negara (presiden) hingga kepala pemerintahan didaerah.
Dipusat misalnya. Kebijakan tidak pro rakyat yang dilakukan oleh kementerian perdagangan RI nyata-nyata menghancurkan tatanan perekonomian rakyat menengah kebawah. Contoh nyatanya adalah, ketika Menperindag dijabat oleh Marie Eka Pangestu, beliau keranjingan inpor besar-besaran. Hampir seluruh komoditi dalam negeri adalah produk inpor. Mulai dari garam, beras, gula, sayur mayur, tomat, rotan dan sebagainya adalah produk inpor. Padahal, bahan-bahan tersebut mampu diproduksi oleh para petani Indonesia dan bisa memenuhi kebutuhan nasional. Akan tetapi, kebijakan inpornya justru mematikan pengusaha dan para petani dalam negeri. Kasus nyata adalah nasib malang yang dialami oleh petani Garam di Madura. Inpor garam dari India telah menggulung habis para petani garam secara perlahan-lahan.
Dalih yang mengatakan garam inpor lebih murah ketimbang garam dalam negari adalah alasan klise yang tidak benar adanya. Dipasaran, harga garam inpor dengan dalam negeri justru sama saja. Lalu dimana letak murahnya? katanya, garam India bisa dibeli seharga Rp.400.-/ Kg. sedangkan harga garam dalam negeri Rp.2000.-/kg nya. Tapi kenyataan dilapangan adalah baik garam inpor maupun domestik sama-sama berlabel Rp.2000.-/Kg. Bayangkan saja, berapa keuntungan pribadi yang diperoleh  pemangku kebijakan saat itu, andai rata-rata dalam 1 tahun negara meng-inpor garam sebesar 1 juta ton pertahunnya? Kesalahan pengabilan kebijakan ini telah membuka dua peluang kejahatan sekaligus. pertama korupsi secara sistemik dan akibat kesalahan kebijakan ini, berdampak langsung bagi para pengusaha dalam negeri. Ini masih satu komoditi saja. Tentu banyak komoditi lain yang mengalami nasib yang sama yang hanya menguntungkan satu pihak tapi jelas membunuh pihak lain.
Maka jangan heran, kebijakan inpor gila-gilaan pemerintah ini telah  berhasil memiskinkan para petani dan pengrajin rotan. Disamping itu, telah berhasil juga menutup 158 pabrik pengusaha kecil dan menengah. Tentu ini lebih berbahaya daripada sekedar korupsi nyata yang dilakukan oleh para pejabat. Kendati sama-sama merugikan negara, tetapi korupsi tidak berdampak secara langsung terhadap hajat hidup orang bayak. berbeda dengan kejahatan kebijakan yang dilakukan para oknum. saat itu juga dampak negatifnya langsung menggerogoti kerongkongan masyarakat.
Kedepan, kewaspadaan rakyat perlu ditingkatkan. Korupsi tetaplah menjadi perhatian kita. Tetapi, mengkontrol dan melakukan kajian terhadap kebijakan pemerintah juga hal yang sangat penting sekali. Setiap kepala daerah tentu harus benar-benar visioner sebelum mengeluarkan sebuah ketetapan. Berpikir panjang adalah harga mati untuk kepentingan rakyat. Oleh karena itu, membangun tidak serta merta harus dinikmati saat ini saja akan tetapi bisa berkesinambungan. Waspadalah bahwa, kesalahan dalam mengambil kebijakan bisa membunuh rakkyat dengan cepat bahkan negara pun bisa tergadaikan.

Tidak hanya dalam hal segala urusan yang berhubungan dengan uang. Dalam memberi perhatian dan kepedulian dengan rakyat pun tetaplah harus memperhatikan kepentingan jangka panjang. Karena citra bisa dibangun kapan saja, tapi kesalahan dalam mengambil simpati masyarkat bisa berakibat fatal pula. Salah satu contoh misalnya, disalah satu kota di Sumatera Utara, Kepala daerahnya berencana membangun rumah susun yang diperuntukkan bagi nelayan. Siapa pun tentu wajib menyambut positif hal ini. Akan tetapi bila pembangunan itu dilahan yang bermasalah dan berpotensi merusak lingkungan tentu kebijakan seperti ini layak untuk dipertimbangkan. Karena kedepan tidak tertutup kemungkinan, rumah susun yang dibangga-banggakan itu mejadi sumber konflik berkepanjangan 5 hingga 10 tahun yang akan datang.

Sama halnya dengan para petani, buruh, nelayan, pengrajin dan pengusaha kecil lainnya mereka juga punya hati seperti para pejabat. Ketulusan melayani kebutuhan rakyat lainnya dilakukan dengan setulus hati. maka adalah hal yang wajar pula bila dalam membangun, siapa pun itu haruslah dengan hati dan berhati-hati. semoga.
Penulis adalah ketua umum PB Gerakan Mahasiswa Sibolga-Indonesia (Germasi)
telah terbit diharian Suara Rakyat Tapanuli

No comments:

Post a Comment