Pasca Tragedi Berdarah Simangusor Tapteng
Salah satu korban dalam perawatan |
Sibolga | Pasca tragedi berdarah
di Simanusor Tapanuli Tengah (Tapteng) yang merenggut tiga nyawa anak sekolah
Minggu, Gerakan Mahasiswa Sibolga-Indonesia (Germasi) menyatakan sikap
menyesalkan peristiwa tersebut dan menyampaikan rasa belasungkawa yang
sebesar-besarnya terhadap keluarga para korban. Demikian disampaikan oleh ketua
umum PB Germasi, Samsul Pasaribu kepada RAKYAT kemarin (7/11).
Menurut Samsul, peristiwa
Simanusor harus menjadi pelajaran berharga bagi siapa pun. Tidak hanya dalam
kontek regional Sibolga dan Tapteng tetapi juga bagi Indonesia secara utuh.
Peristiwa itu juga harus disikapi sebagai peringatan dini bagi kita bahwa
akhir-akhir ini, kesibukan kita mengurusi dinamika politik di Sibolga dan
Tapteng membuat kita lupa akan permasalahan lain yang sebenarnya jauh
lebih berbahaya seperti halnya tragedi
ini.
Memang, musibah tidak bisa
ditebak dan tidak pernah diketahui kapan datangnya. Tetapi, sebagai manusia
cerdas Tuhan telah memberi kita kemampuan untuk meminimalisir segala macam
bentuk musibah baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia itu sendiri. Oleh
karena itu, lanjut Samsul, tragedi Simanusor menjadi penting disikapi lebih
lanjut oleh pemerintah Sibolga dan Tapanuli Tengah apabila memang bersepakat
bahwa peristiwa berdarah yang dilakukan oleh warga yang punya kelainan jiwa itu
merupakan peristiwa yang terakhir kalinya.
“untuk meminimalisir tindak
kriminal yang terjadi oleh ulah warga yang berprilaku khusus ini, maka Pemko
Sibolga dan Pemkab Tapteng harus bersinergi bersama-sama membangun rumah
rehabilitasi jiwa bagi warga yang menderita perilaku khusus atau kelainan jiwa
ini” terang Samsul Pasaribu. Keberadaan Rumah Rehabilitasi Jiwa (RRJ) ini bisa
menjadi tempat lokalisasi para penderita untuk tetap bisa diobati dan dipantau
terus perkembangan jiwanya.
Ditanya tentang apakah memang
perlu untuk membangun RRJ ini Pemko dan Pemkab harus bekerjasama, Samsul
menjelaskan bahwa akan lebih baik memang kalau masing-masing daerah
memilikinya, tetapi mengingat secara kuantitatif para penderita perilaku khusus
ini memang relatif kecil maka antara Sibolga dan Tapteng punya satu saja rumah
rehabilitasi ini sudah sangat cukup baik. Ucapnya.
Banyak manfaat yang akan didapat
bila kedepan RRJ ini bisa terwujud. Terutama bagi para keluarga penderita.
Disamping tindak kriminal yang dilakukan para penderita bisa ditekan seminimal
mungkin, para penderita pun lebih mendapat perlindungan dan perlakuan yang
lebih manusiawi. “kita kan tahu sendiri, mereka juga manusia. Hanya saja mereka
tidak seberuntung kita. Banyak dari para penderita yang dirumahnya sendiri
justru dipasung, dirantai atau diisolir ketengah hutan oleh keluarganya. Oleh karena
itu, dengan adanya RRJ ini nantinya, para penderita yang dulunya oleh
keluarganya dipandang sebagai aib kelak akan lebih membuka diri dan menganggap
bahwa para penderita perilaku khusus ini hanya menderita sakit layaknya
sakit-sakit yang lain. Maka, fasilitas yang ada berupa rumah rehabilitasi ini
akan menjadi motivasi baru bagi keluarga untuk membawa keluarganya berobat dan
mendapat perawatan” jelas aktivis pergerakan mahasiswa ini.
Menyikapi hubungan antara Pemkab
dan Pemko yang akhir-akhir ini kurang harmonis Samsul menerangkan bahwa antara
pemko dan pemkab harus bisa duduk bersama. ini masalah kemanusiaan. Maka sifat
kenegarawan pimpinan kedua daerah harus lebih ditonjolkan menyikapi persoalan
ini. Tentu hal tersulit untuk persoalan ini akan terletak pada dua hal. Pertama
soal anggarannya dan kedua wilayah siapa RRJ ini akan dibangun. Kendati ini
penting, tetapi bila kedua daerah bersepakat bahwa ini memang harus diwujudkan
maka akan ada saja jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan anggaran dan lokasi
tersebut. “Hal ini memang tidak mudah, tetapi percayalah ini penting untuk
dilakukan” imbau Samsul.
Seperti diberitakan sebelumnya
bahwa pada Minggu 4/11, terjadi pembantaian terhadap anak-anak berusia 3-4
tahun di Gereja HKBP Simanusor Kabupaten Tapanuli Tengah. Pelaku yang diduga
punya kelainan jiwa ini membantai dengan sadis para bocah dengan menggunakan
parang dan tombak. 3 orang tewas ditempat akibat pukulan senjata tajam
sedangkan 5 orang lainnya harus dirawat intensif di RSU Pandan, RSU FL. Tobing
Sibolga dan RSU Adam Malik Medan. Akibat tragedi ini Ephorus HKBP pun
menetapkan tanggal 4 November sebagai hari anak sekolah Minggu. (Ali Akbar)
No comments:
Post a Comment